"Tatkala majalah prestisius Time di pekan pertama Mei 2004 atau dua dekade silam menyebutnya Mozart dari Madras, saya sangatlah masygul," ujar Anas Alimi, Founder Prambanan Jazz Festival dan Rajawali Indonesia.
"Bukan apa, India yang datang ke kehidupan saya saat remaja adalah serupa Bronx yang penuh dengan berita kekerasan, bencana alam, tata kelola hidup yang kacau, dan kemiskinan."
"Bandingkan dengan paragraf pertama Time yang menggambarkan seperti apa AR Rahman. Seperti Gershwin maupun Lennon dan McCartney, AR Rahman adalah perwujudan dari harmoni, kualitas, energi, kerendahan hati; sebuah suara pribadi sekaligus universal, melahap begitu banyak bentuk lama dan mengubahnya menjadi sesuatu yang sangat baru," lanjut Anas.
Itu kalimat-kalimat bertenaga. Itu kalimat yang optimistis. Tentu saja, pujaan. Bukan kalimat penuh debu, rongsok, kelabu, dan harapan layu lampah.
"Rahman memang India yang saya tidak kenal. Di partitur musik Rahman tertera India yang sangat berbeda. India yang sampai di negeri saya adalah India utara yang berbeda sama sekali dengan dunia Rahman," terang Anas.
Madras yang disebut Time itu adalah Chennai. Sebuah kota yang beberapa kali dinobatkan sebagai kota teraman dan ternyaman untuk ditinggali. Kota dengan perpustakaan terbaik, ribuan layar bioskop tersedia. Dan, ini dia, ekosistem geografis di kawasan India selatan menjadi penyumbang kualitas sumber daya manusia terbaik untuk jagat raya terkini. Jika Anda mendengar ada manusia India menjadi CEO perusahaan teknologi bergengsi di dunia, lacaklah genealogisnya bahwa sosok itu lahir atau tumbuh di poros Madras–Bangalore. Kota yang disebut terakhir itu adalah kawasan yang mendapat julukan Silicon Valley-nya India. Bangalore adalah India wajah lain. Seperti Bombay, seperti Madras. Dalam struktur geografis seperti itulah lahir dan tumbuh seorang anak muda penuh talenta dari keluarga Islam sufistik dengan nama yang indah: Allah Rakha Rahman atau AR Rahman..
AR Rahman, sekali lagi menukil Time, adalah wujud dari kejeniusan Mozart yang disumbang oleh India. Dan, AR Rahman mendapatkan apa saja yang diimpikan seorang musisi dalam jagat musik dunia. Ia menyabet Grammy Award untuk karya monumentalnya Jai Ho. Sekaligus, Rahman mengangkat tinggi-tinggi Academy Award untuk Lagu Orisinil Terbaik.
Ya, Jai Ho adalah soundtrack utama film box office Slumdog Millionaire yang berjaya di Amerika dan Inggris; sebuah film yang diangkat dari karya novelis Vikas Swarup.
Jai Ho adalah karya yang jelas menunjukkan kepiawaian dan kejeniusan Rahman yang tidak datang tiba-tiba. Kejeniusan itu sudah menghampirinya sejak kecil yang membuatnya berkesempatan belajar musik di Oxford.
Sepulang dari Inggris itulah ia mencurahkan apa yang ia punyai. Masuk dalam dunia film India itu artinya menjadi penulis lirik, komposer, membuat skoring, dan semua itu bisa dikerjakan dengan sama baik oleh Rahman.
“Menghadirkan AR Rahman di panggung Prambanan Jazz adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, bukan sekadar pertunjukan musik, tapi ini adalah peristiwa penting kebudayaan,” terang Anas Alimi.
Talenta dan kejeniusan itu yang Prambanan Jazz Festival tampilkan pada tahun ini. Menghadirkan cahaya terang yang dipancarkan Asia untuk adi musik di panggung berlatar adikarya masa silam yang dipunyai Indonesia: Candi Prambanan.
Direktur Utama PT TWC & Co Promotor Prambanan Jazz, Febrina Intan menyampaikan, “Hadirnya AR Rahman, dengan karakteristik musik yang khas tentunya akan menambah kekayaan ragam budaya di Candi Prambanan.” Candi Prambanan dikenal tidak hanya sebagai destinasi warisan budaya dunia, namun juga sebagai perwujudan berbaurnya kebudayaan di Indonesia, khususnya Yogyakarta dan sekitarnya. Perpaduan nilai budaya Hindu dan Jawa, dengan mengusung unsur-unsur konservasi dan edukasi dalam pengembangan destinasi menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.
Tinggalkan Komentar
Kirim Komentar