Insight

Menilik Peran AMI Awards dalam Membentuk Artis Masa Depan

  • Administrator
  • Rabu, 30 Oktober 2024
Menilik Peran AMI Awards dalam Membentuk Artis Masa Depan

Foto-foto: Dok. AMI Awards & Prestige Promotion

 

Penghargaan atau award merupakan bagian penting dari industri musik. Bagi sebagian pelakunya, award adalah metrik untuk mengukur kemampuan atau kesuksesan. Selain itu, award juga menciptakan sensasi bagi mereka yang bekerja di industri ini dan siapa pun yang dengan antusias menonton tayangannya. 

 

Anugerah Musik Indonesia atau AMI Awards telah menjadi simbol pencapaian musik Indonesia. Penghargaan ini sangat dinanti dan dicari, sehingga dinominasikan untuk satu kategori saja dapat menegaskan reputasi seorang artis. AMI Awards adalah penghargaan yang sangat dibutuhkan, karena setiap tahun memperlihatkan peta permusikan di Tanah Air.

AMI Awards merupakan ajang penghargaan tertinggi dalam industri musik Indonesia yang kedudukannya setara dengan Indonesian Television Awards untuk industri televisi dan Festival Film Indonesia atau Indonesian Movie Actors Awards untuk industri film.

Dinukil dari buku “25 Tahun AMI Awards, Memotret Wajah Musik Indonesia” karya Mudya Mustamin, konsep AMI Awards mengacu pada sistem yang diterapkan dalam The Recording Academy atau National Academy of Recording Arts and Sciences (NARAS), komite yang menyelenggarakan Grammy Awards di Amerika Serikat. Selain itu, juga mengacu pada British Phonographic Industry (BIP), komite yang menyelenggarakan Brit Awards di Britania Raya.

Rangkaian kerja AMI Awards diserahkan sepenuhnya kepada para pelaku industri musik yang terdaftar sebagai anggota AMI. Para anggota tersebut dihimpun dari berbagai kalangan, antara lain masyarakat pelaku industri musik yang terdiri dari artis, grup, komposer, musisi, produser, kreator musik, kreator seni penunjang produksi, manajer artis hingga produser rekaman.

Kemudian, masyarakat pengamat musik yang terdiri dari wartawan, budayawan musik, guru musik, dan pelajar seni musik. Ada juga dari kalangan pelaku industri pertunjukan musik (produser pertunjukan musik, kreator seni musik, partisipan musik), dan masyarakat pada umumnya yang memiliki komitmen dan kepedulian untuk turut serta berperan aktif dalam kemajuan pentas musik di Indonesia dalam wadah Yayasan AMI, yang kemudian lebih dikenal dengan nama AMI saja.

Pemberian penghargaan terhadap karya-karya rekaman para pelaku musik di Indonesia sesungguhnya sudah dimulai jauh sebelum AMI Awards lahir. Yakni, melalui ajang BASF Awards yang berlangsung selama lebih dari 10 tahun dan dilanjutkan dengan HDX Awards. Namun, keduanya hanya membidik rilisan yang menggunakan pita kaset produk mereka yang pemilihannya lebih didasari data dari penjualan.

Ketika gelaran BASF Awards dan HDX Awards  berakhir, Tantowi Yahya yang berperan besar dalam pelaksanaan kedua penghargaan itu merasa perlu ada wadah apresiasi baru yang tidak based on numbers. Dalam hal ini, angka penjualan yang disebutkan tadi. Menurut Tantowi, baik pelaku maupun industri musik harus tetap mendapat apresiasi.

Erwin Harahap, Paul Hutabarat S.H., A.H. Dimas Wahab, Rinto Harahap, Titiek Puspa, Enteng Tanamal, Tubagus Sadikin Zuchra, dan Candra Darusman lantas menggagas terbentuknya AMI pada 5 September 1996. Mereka merangkul tiga organisasi musik terbesar di Indonesia, yaitu Asosiasi Industri Rekaman (ASIRI), Persatuan Artis, Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) serta Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). 

Menurut musisi, penulis lagu, sekaligus arranger Erwin Harahap sebagai Ketua Umum AMI yang pertama, suatu badan idealis dalam pemberian penghargaan sangat diperlukan dan harus dikemas lebih bergengsi. Dan AMI hadir tidak berdasarkan azas komersial.
 
"Bagaimana pun karya-karya itu ada yang komersial dan (ada yang) tidak. Idealisme tidak boleh punah. (AMI Awards) Sangat diperlukan, karena musik kita ini akan berjalan terus. Pemberian penghargaan ini juga penting karena melestarikan budaya bangsa," ujar Erwin, masih dari buku “25 Tahun AMI Awards, Memotret Wajah Musik Indonesia”.

AMI Awards memberikan penghargaan dalam berbagai kategori di mana setiap kategorinya mencakup kontribusi spesifik dari industri musik Indonesia. Digelar pertama kali pada 29 November 1997, AMI Awards sempat vakum pada 2007. Pada tahun tersebut AMI Dangdut Awards untuk pertama kalinya diadakan sebagai ajang penghargaan khusus untuk kategori musik dangdut. Tetapi, hanya bertahan satu tahun. 

Pada awal penyelenggaraannya, AMI membagikan 45 penghargaan dari berbagai kategori. Keseluruhan merupakan hasil saringan dari karya-karya rekaman berupa rilisan fisik yang beredar dalam kurun waktu antara 1 Juli 1996 hingga 30 Juni 1997. Seiring berjalannya waktu, kategori dalam AMI Awards beberapa kali mengalami penyesuaian. 

Penghargaan pada edisi 2010 memiliki 35 kategori, sementara pada 2011 berjumlah 46 kategori. Kategori ini bertambah menjadi 49 pada  2017. Sampai edisi terakhir pada 2023 yang lalu AMI menghadirkan enam kategori baru, yaitu Artis Solo Pria/Wanita/Duo/Grup/Kolaborasi Koplo Terbaik, Karya Orkestral Terbaik, Album Film Scoring Terbaik, Album Musikal Terbaik, Album Alternatif Terbaik, dan Artis Solo Pria/Wanita/Duo/Grup/Kolaborasi Melayu Terbaik. Total, pada tahun tersebut, AMI Awards memiliki 62 kategori.

Sementara itu, Lifetime Achievement Award diberikan setiap tahunnya khusus untuk orang-orang yang berjasa dalam perkembangan musik Indonesia. AMI juga pernah menganugerahi penghargaan Artis Asing Terbaik untuk Siti Nurhaliza pada 2000, serta penghargaan khusus Artis Internasional Terbaik kepada Anggun C. Sasmi pada 2006 atas pencapaiannya sebagai penyanyi Indonesia dengan karier internasional yang gemilang.

Pada edisi 2023, Putri Ariani berhasil membawa pulang piala AMI Awards untuk kategori khusus, Wipo National Award Inspiring Artist. Finalis America’s Got Talent 2023 itu mendapat penghargaan karena telah menginspirasi banyak orang lewat karya-karya dan kemampuannya dalam bermusik. Putri Ariani merupakan satu dari lima orang yang menerima piala khusus yang dihadirkan pada AMI Awards di mana ia menerima piala berlapis 359 butir berlian.

AMI Awards 2024

Total kategori pada 2024 ini masih sama dengan tahun sebelumnya, 62. Tetapi, AMI selalu menyoroti tren baru yang muncul baik dari genre maupun artis yang sedang naik daun. Tercetus keinginan AMI untuk menambahkan satu kategori baru, musik kontemporer. Hanya saja, sampai periode entry karya musik berakhir, hanya empat artis yang mengirimkan karyanya. 

Dalam AMI Awards, harus ada lima nominee agar pemenangnya bisa dipilih oleh para voting members. Itulah mengapa kehadiran kategori baru ini diundur ke AMI Awards edisi 2025. Diharapkan, dalam satu tahun ke depan lebih banyak lagi karya musik kontemporer yang dikirim oleh para artisnya.

“Sebelumnya belum pernah ada penghargaan untuk musik kontemporer yang unik ini. Hanya saja, musisi yang menyerahkan karya belum mencukupi jumlahnya. Tapi, pada tahun ini kami mengumumkannya kepada masyarakat, khususnya kepada para musisi tentang kategori ini,” kata Syaharani, Tim Juri Kategorisasi AMI Awards kepada MixMediaMax.

Lantas, apa yang dimaksud dengan kategori musik kontemporer di sini? Apakah musik kekinian yang jadi istilah umum selama ini? Menurut Syaharani, menirukan kata-kata Otto Sidharta yang merupakan praktisi, dosen dan musisi, kontemporer adalah bentukan baru atau ide di luar yang sudah ada. 

“Kontemporer bukan diartikan dari masa yang dulu dan masa yang sekarang. Tapi ide di luar dari yang umum disepakati. Bentukannya seperti itu, menurut Pak Otto. Dan penjelasan itu sangat membantu kami dalam mengategorikan karya-karya yang masuk nanti,” penulis dan pelantun lagu “Angin dan Mentari” itu menambahkan.   

Syaharani melanjutkan, dengan adanya kategori baru ini tahun depan, AMI Awards bakal semakin lengkap. Pasalnya, bukan hanya musisi dari genre-genre yang dikenal secara umum masyarakat saja - seperti R&B, soul, pop, alternatif, jazz, rock - yang bisa mengirimkan karyanya. Melainkan juga musisi musik kontemporer. Sepeti halnya blues, salah satu kategori yang kini mendapat perhatian khusus.

“Tahun ini sudah lebih banyak musisi blues yang mengirimkan karyanya. Sebelumnya, kategori Karya Produksi Blues Terbaik enggak ada. Terus untuk format besar orkestrasi juga tadinya enggak ada. Sejak tahun lalu ada kategori Karya Orkestral Terbaik, jadinya banyak. Karena yang membuat format orkestra itu ternyata banyak dan mereka tidak mengira bakal ada kategori tersendiri,” penyanyi jazz bernama lengkap Saira Syaharani Ibrahim itu menjelaskan.

Meskipun tidak ada penambahkan kategori untuk tahun 2024 ini, AMI melakukan perubahan nama pada dua kategori. Semua yang menggunakan istilah “kontemporer” diganti jadi “alternatif” dikarenakan nama kontemporer digunakan pada kategori khusus untuk tahun depan. Dan kategori Karya Produksi World Music Terbaik, berubah jadi Karya Produksi Global Music Terbaik.

“Kayak kategori Artis Solo Dangdut Kontemporer Terbaik, Artis Jazz Kontemporer Terbaik, dan Artis Solo R&B Kontemporer Terbaik diganti jadi Artis Solo Dangdut Alternatif Terbaik, dan seterusnya. Karena kata kontemporer akan digunakan tahun depan dalam kategori Karya Produksi Kontemporer Terbaik,” ujar Igun Sudarmono, Head of Content & Creative AMI Awards.

Sejauh ini, seluruh genre musik yang ada sudah terwakili di AMI Awards dan mencerminkan selera musik masyarakat Indonesia secara luas. Namun, pihak AMI akan terus melakukan pengembangan-pengembangan dari sisi kategori terkait subgenre-subgenre baru yang bermunculan. “Tidak tertutup kemungkinan untuk tahun depan ada kategori baru lagi dari sisi genre. Kami sangat dinamis,” imbuh Syaharani. 

Tahapan Proses AMI Awards

AMI Awards digelar hampir setiap tahun sejak 1997. Pada edisi pertama tersebut, nama-nama yang masuk nominasi maupun yang menang ditarik dari hasil perhitungan angket pemungutan suara (voting) tertutup, yang disebar ke para anggota Swara yang saat itu berjumlah 200 orang. Mereka terdiri dari berbagai unsur dalam industri musik, seperti musisi, produser rekaman hingga wartawan musik.

Proses AMI Awards terdiri dari beberapa tahap yang terdiri dari submission, screening, nominating, final voting, dan result. Pada era digital seperti sekarang, proses pendaftaran lagu dilakukan secara online melalui tautan pendaftaran yang disediakan Yayasan AMI. Anggota pemungutan suara (voting member) AMI, semuanya terlibat dalam bidang pemilihan kreatif dan teknis. Mereka berpartisipasi dalam nominasi yang menentukan lima finalis pada setiap kategori dan pemungutan suara terakhir yang menentukan peraih AMI Awards.

Ada beberapa langkah yang harus dilalui pendaftar untuk mencapai tahap nominasi atau bahkan tahap akhir. Pertama, untuk label/perusahaan rekaman yang baru mengikuti proses pendaftaran pada 2024 diwajibkan untuk membuat username baru. Kemudian, pendaftar baru ini wajib menunggu 1×24 jam untuk diverifikasi.

Kedua, label/perusahaan rekaman yang sudah pernah mendaftar pada tahun-tahun sebelumnya, bisa langsung melakukan login dan melakukan submit data. Sementara itu, jika pendaftar memiliki album fisik (kaset, CD, piringan hitam) bisa mengirimkannya ke kantor Yayasan AMI di kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Setelah proses pendaftaran online berakhir pada 6 Juli, ditemukan bahwa jumlah entry yang masuk bertambah dari tahun sebelumnya menjadi 5.046 lagu. Jumlah lagu yang didaftarkan pada AMI sebelumnya, 2023, sebanyak 4.858, yang berarti tahun ini ada 188 lagu lebih banyak ketimbang tahun lalu.

Sementara itu, untuk jumlah kategori tahun ini masih sama dengan tahun lalu, ada 62 kategori. Adapun jumlah pialanya ada 83. Mengapa jumlah kategori dan jumlah piala berbeda? Karena Lifetime Achievement tidak masuk ke dalam kategori, ini adalah penghargaan khusus. Selain itu, dalam satu kategori ada yang menerima dua piala. Misalnya dalam kategori Album Terbaik Terbaik, yang mendapatkan piala adalah artis dan produsernya.

“Ada kategori yang hilang, ada juga yang bertambah. Sampai sekarang ada rata-rata 60-65 kategori dan kami terus memonitor gelagat dinamika musik di masyarakat dan di situlah AMI harus up to date supaya bisa relevan,” kata Candra Darusman, Ketua Umum Yayasan AMI mengungkapkan.  

Setelah periode pendaftaran berakhir, lagu-lagu tersebut masuk ke tahap pertama Sidang Kategorisasi di mana semua lagu didengarkan oleh Tim Sidang Kategorisasi AMI dan dimasukkan ke dalam genre musik yang tepat sesuai lagunya. 

“Tugas Tim Kategorisasi bukan menilai, bukan memberi keputusan bagus atau buruk, bukan juga menilai dari segi angka. Tugasnya adalah mendengarkan lagu-lagu tersebut dan memasukannya ke dalam genrenya masing-masing. Jadi mereka bertugas selama beberapa minggu untuk mengategorikan semua lagu,” Igun menimpali.

Setelah selesai, daftar tersebut akan dikirim ke voting member AMI yang berjumlah 3600 orang. Voting member ini terdiri dari dua tipe, yakni member Swara dan member reguler. Member Swara adalah orang-orang yang bersentuhan langsung dengan industri musik, semisal musisi, penyanyi, produser, penata musik, label rekaman, media, atau orang-orang radio. Adapun member reguler, mereka yang punya antusiasme terhadap musik tapi bukan ada di industrinya. Misalnya, mahasiswa musik.

“Jadi, kami pernah bikin seminar. Di setiap kota itu pesertanya 500 orang. Mereka ini kami masukkan ke dalam voting member reguler. Atau, setiap tahun kami selalu invite para musisi baru untuk menjadi member. Mereka ini selalu submit lagu, tapi karena masih baru, kami masukkan mereka ke member reguler,” Igun menjelaskan lebih rinci tentang perekrutan voting member reguler untuk AMI Awards.

Setelah di-voting selama satu bulan penuh, lima entry yang masuk nominasi pada setiap kategori akan muncul. Kemudian, masuklah ke voting tahap kedua yang hanya akan dilakukan oleh member Swara, untuk menentukan siapa penerima piala AMI Awards pada malam penghargaan.

Terkait alasan diterapkannya sistem voting oleh orang-orang terpilih dalam AMI Awards - tidak seperti penghargaan-penghargaan musik lainnya yang terbuka untuk umum di mana dalam menentukan pemenang bisa melalui SMS, website atau aplikasi tertentu - Igun beralasan bahwa AMI memberi penghargaan kepada yang terbaik sehingga yang berhak memilih adalah orang-orang yang punya kompetensi di dunia musik. Bukan masyarakat umum.

“Mereka mengerti secara teknis, secara genre musik, mereka juga punya pengalaman di industri musik, jadi mereka yang punya hak untuk memilih siapa yang terbaik setiap tahunnya. Mereka adalah voting member yang terpilih, bukan secara random,” seru Igun. 

“AMI lebih komprehensif dan objektif, karena kalau penghargaan yang lainnya mungkin ada misi-misi dari produk tertentu atau dari layanan digital, korporat. Kalau AMI, apa adanya dari member dan tidak akan ada yang campur tangan. Karena kalau ada yang campur tangan, nilainya nanti hilang,” tandas Candra. 

Meski demikian, Igun menambahkan, ada beberapa kategori yang tidak sepenuhnya dipilih oleh voting member. Untuk kategori Grafis Desain Album Terbaik, Karya Produksi Terbaik, dan Video Musik Terbaik, pada tahap awal pemilihan melibatkan para ahli di bidangnya masing-masing.

“Itu yang pilih enggak bisa orang awam. Musisi sekalipun, menurut kami itu bukan orang yang tepat untuk memilih siapa yang berhak masuk nominasi. Misalnya untuk kategori Video Musik Terbaik, pihak AMI mendatangkan tiga sutradara video musik yang cukup ternama untuk memilih lima video musik terbaik versi mereka. Merekalah yang memilih nominasi. Sedangkan yang memilih siapa yang menang tetap kami lempar ke voting member Swara,” Igun kembali membeberkan.

Bagaimana soal transparansi? Igun menegaskan, setiap voting member tidak saling kenal. Tujuannya agar tidak ada penghimpunan suara. Hasil akhir tetap tidak diketahui sampai malam puncak AMI Awards saat perusahaan akuntansi mengumumkan nama peraih penghargaan dalam amplop tertutup.

“Kalau zaman dulu kan, anggap misalnya artis A, terus di-blast ke grup WhastApp. Nah, kami enggak boleh ada yang kayak gitu-gitu. Karena voting member ini voting-nya secara online di tempatnya masing-masing. Mereka juga tidak saling kenal.”

Kendati begitu, selalu saja ada kontroversi dari setiap award. Seperti halnya acara penghargaan lainnya, AMI Awards juga memiliki kontroversi tersendiri. Bagi sebagian orang, award ini tidak diperlukan lantaran dianggap memberi sistem penilaian yang tidak adil pada musisi. 

Bagaimana pihak AMI merespons nada-nada miring dari pihak luar yang menganggap AMI tidak fair atau setting-an dalam menentukan pemenang karena yang muncul selalu nama yang sama? Bukan tanpa alasan, tantangan ini selalu muncul selama bertahun-tahun.

“Tidak mungkin tidak ada kritik. Karena tiap tahun ada saja basis penggemar dari satu artis yang kecewa. Jadi, kami sudah biasa dan lapang dada untuk dikritik, karena memang demikianlah tingkat emosional dari para fans yang  kami sadari dan kami terima. Tetapi, inilah cermin dari para voting member yang memberikan penilaian,” Candra Darusman menanggapi.

“Kami juga menjelaskan kepada pihak-pihak yang merasa kecewa itu tentang sistem penilaian AMI. Pada akhirnya kami juga membandingkan antara hasil voting member dengan apa yang sedang berkembang di masyarakat. Kadang-kadang ada perbedaan, tapi tidak fatal. Jadi, boleh dikatakan 80 persen hasil dari AMI ini mencerminkan apa yang digemari. Tidak mungkin sama. Kami juga membandingkan hasil voting AMI dengan apa yang ada di (layanan) streaming. Penilaian AMI itu kan mutu. Bukan semata-mata viewer, semata-mata follower, semata-mata sensasi. Melainkan, keseimbangan antara mutu dan popularitas,” lanjut pria yang juga menjabat sebagai pengawas LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) ini.

“Kalau aku counter-nya pake data sih. Jadi kadang mereka itu komplainnya kan ‘yang menang dia-dia mulu’. Mereka itu kayak enggak bisa ngebedain antara AMI dengan awarding lain di Indonesia. Mereka menganggap awarding itu cuma AMI. Padahal bukan. Itulah mengapa mereka bilang seperti itu. Tapi, kalau based on data, itu hampir setiap tahun berubah. Pun kalau berulang paling lama cuma dua atau tiga tahun,” Igun menyambut.

“Misalnya seorang Yura Yunita. Dia dapet AMI 2018 tapi 2019 lewat, akhirnya 2020 dan 2021 dapet lagi. Tapi paling lama dua tahun, tahun ketiga udah artis lain yang dapet, karena musik itu kan ada regenerasi terus ya. Berkembang terus.”

Sampai edisi 2023, yang terdata sebagai peraih penghargaan AMI terbanyak adalah Erwin Gutawa dengan 20 piala. Sementara itu, di posisi 2-10 berturut-turut ada nama Raisa (17), Tulus (16), Agnez Mo (14), Noah/Peterpan (14), Isyana Sarasvati (14), Chrisye (12), Kotak (12), Ikke Nurhanah (11), dan Tohpati (11).

Berbicara tentang voting member, bagaimana caranya jika para pemerhati musik ingin jadi bagian dalam tim pemilih dalam AMI Awards? Igun menerangkan, jika dulu dibuka secara umum di mana AMI bekerja sama dengan pihak radio, sekarang perekrutannya melalui undangan dari AMI kepada setiap pendaftar lagu atau melalui seminar seperti yang dijelaskan sebelumnya.

“Kalau dulu kan banyak yang antusias sama musik. Walapun orang-orang biasa, mereka punya perhatian besar sama industri musik. Beda dengan sekarang yang lebih ke fanatik sama musisi tertentu. Jadi, rasa antusiasme terhadap musik secara general itu sudah hampir hilang,” Igun merinci perbedaan antara perekrutan voting member zaman dulu dan zaman sekarang. 

“Kalau musisi, kami lihat dari karyanya dulu udah berapa banyak. Kalau udah banyak, mereka bisa menjadi member Swara. Kalau musisi yang masih baru banget, mereka ke reguler. Dan jika ada member yang enggak aktif, kami nonaktifkan dan kami ganti dengan member baru. Ya kalau dalam tiga tahun dikirimi e-mail tidak merespons, kami nonaktifkan secara sistem.” 

Masa Depan AMI Awards

Candra Darusman menyampaikan, peran AMI Awards dalam membentuk artis di masa depan cukup signifikan. Pasalnya, selalu ada kategori Pendatang Baru Terbaik dalam penghargaan ini di setiap tahunnya. 

“Memang, secara pro aktif kami bukan inkubator ya. AMI itu khusus penghargaan. Dan sebagaimana kita ketahui bersama, pemenangnya dari voting member kami. Jadi, enggak ada juri yang sengaja mencari atau mengamati di pasar,” ujar pria yang juga berperan sebagai Konsultan LMK PRCI Bidang Literasi itu.

Ia juga memandang, para pendatang baru itu sangat bangga usai mendapatkan award. Bahkan para artis independen yang sudah lama berkarier tapi belum punya nama juga sama-sama antusias dengan penghargaan yang mereka terima. Artinya, lanjut dia, ini cerminan AMI masih punya gereget. 

“Sudah 27 tahun, secara independen memberikan penghargaan meskipun banyak sekali muncul event-event penghargaan lainnya. Dan kami senang, karena semakin banyak penghargaan jadi semakin bagus. Saya pribadi sangat mendukung dan sangat tidak keberatan sekali. Tapi, AMI ini established dan masih ditunggu-tunggu pecinta musik.” 

Candra meyakini, AMI Awards akan terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan. Alasannya karena dari segi entry lagu yang masuk, bertumbuh terus. Ini menandakan peminatnya bertambah dari tahun ke tahun. “Jika itu yang menjadi indikator, artinya positif. Lain lagi kalau entry makin sedikit, ini berarti ada warning bahwa AMI semakin ditinggalkan.”

Inti dari semua pembahasan ini adalah, penghargaan musik tidak hanya memengaruhi karier individu - tetapi juga membentuk industri musik secara keseluruhan. Dengan mengenali beragam genre musik, award membantu mempromosikan keberagaman dan menumbuhkan bakat baru. Ketika sebuah band indie yang tidak terkenal meraih penghargaan bergengsi, itu menyoroti genre yang kurang terwakili.

Hal ini mendorong lebih banyak inovasi, yang mengarah pada perbedaan musik unik yang membedakan para artis. Award memainkan peran penting dalam menentukan tren. Artis dan lagu yang memenangkan award sering kali mencerminkan - atau mendikte - sound populer pada tahun tersebut, yang memandu arah industri. Dengan cara ini, penghargaan secara signifikan memengaruhi apa yang kita dengarkan dan cara kita memandang musik. Jadi, jelas sekali bahwa gengsi meraih penghargaan musik memiliki manfaat yang nyata.

Saat ini, AMI sedang menggodok layak tidaknya musik buatan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan masuk ke dalam penghargaan musik buatan manusia. Sebelumnya, melalui aturan baru, The Recording Academy dengan tegas melarang musik yang dibuat sepenuhnya oleh AI. Tetapi, karya musik yang mendapat bantuan dari AI diizinkan. 

“Hanya pencipta manusia yang berhak diajukan untuk dipertimbangkan, dinominasikan, atau memenangkan Grammy Awards," tutur pihak Recording Academy dalam pernyataan resmi, Juni 2023. "Sebuah karya yang tidak mengandung kepenulisan manusia tidak memenuhi syarat dalam kategori apa pun.” Ini berarti, seniman dapat menggunakan AI sebagai bantuan tetapi kontribusi manusia harus  yang paling signifikan. Lantas, apakah karya AI akan diadopsi sebagai salah satu kategori AMI Awards untuk tahun depan atau tidak sama sekali? 

“Kami mengantisipasi, bagaimana memosisikan dan menanggapi karya AI ke depannya. Tahun depan kami harus mengambil keputusan bagaimana menyikapinya. Tapi, tahun ini kami membuka diri sedikit-sedikit untuk mengumumkan kategori Karya AI Audio Visual Terbaik yang paling banyak ditonton di YouTube. Bukan mutunya ya, tapi yang paling banyak ditonton. Sementara untuk karya musiknya masih jadi ‘pekerjaan rumah’ buat kami,” Candra memaparkan.

“Kita lihat perkembangan teknologi ke depan karena sampai sekarang belum ada ‘termometer’ yang mengukur berapa persen suatu karya itu dihasilkan oleh AI dan berapa persen dihasilkan oleh manusia. Jadi, kami susah untuk menilai. Sekarang kalau kita mengambil logika, kalau 50 persen otentik ya monggo. Tapi, pengukurnya belum ada. Mudah-mudahan setahun ke depan ditemukan pengukurnya,” pungkas dia.

Teks: Riki Noviana

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar